Selasa, 25 Maret 2008

dan keajaibanpun tercipta


Candi Borobudur terletak di atas bukit dengan ketinggian 265,740 meter dari permukaan air laut, beriklim tropis dengan curah hujan bulanan cukup tinggi, yakni mencapai 621 milimeter. Candi Borobudur telah mengalami pemugaran sebanyak dua kali. Pemugaran pertama dilaksanakan oleh TH. Van Erp pada tahun 1907 – 1911 pada masa pemerintahan Belanda dan pemugaran kedua dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNESCO pada tahun 1973 – 1983.
Pada pemugaran pertama, bagian candi yang mengalami perbaikan adalah pagarlangkan dan gapura lorong 1 sampai dengan lorong 5, stupa-stupa di tingkat Arupadhatu dan saluran air dihalaman lereng bukit. Cekungan-cekungan di lantai lorong dikarenakan melesak diisi dengan lapisan beton dan di atasnya dipasang batu lantai baru. Celah-celah (siar) batu pada seluruh permukaan batu lantai lama (asli) dan batu lantai baru diisi (ditutup) dengan mortar (spesi), sehingga air hujan di atas candi yang melimpas di permukaan batu lantai dapat mengalir melalui jaladwara (saluran air) di tiap tingkatan.
Sedangkan pada pemugaran kedua, Candi Borobudur mengalami pembongkaran batu-batu dinding dan pagar langkan lorong 1 sampai dengan lorong 5 secara keseluruhan. Pada tiap tingkatan dipasang perkuatan struktur berupa plat beton bertulang melingkari candi. Plat beton tersebut terletak di bawah dua lapis batu lantai dengan lebar lebih kurang 5 meter, dan tebalnya berkisar antara 22 cm – 64 cm. Pada bagian-bagian tertentu dipasang lapisan kedap air dan lembaran timah hitam untuk melindungi batu luar. Air hujan yang melimpas di permukaan batu lorong 1 sampai dengan lorong 5 terkumpul di permukaan plat beton dan dialirkan ke sumur-sumur peresapan di halaman bawah melalui pipa-pipa saluran air baru yang dipasang di dalam dinding candi. Demikian pula air hujan yang melimpas di permukaan batu-batu di tingkat Arupadhatu (bagian paling atas) mengalir dan terkumpul di permukaan plat beton lorong 5 ikut mengalir melalui pipa-pipa saluran air tersebut. Di halaman candi, pipa-pipa saluran air tersebut dipasang di dalam tanah, sehingga tidak tampak di permukaan. Sedangkan air hujan yang melimpas di permukaan batu-batu undag dan selasar tetap mengalir melalui saluran air lama (asli) yang terletak di halaman.

Seismisitas dan Stabilitas Candi Borobudur.



Hasil evaluasi data inklinometer dan seismograf yang dikorelasikan dengan data ketinggian Arupadhatu dan data kemiringan dinding candi di depan casing inclinometer, menyimpulkan bahwa (a). Kedua ujung kasing inklinometer tidak mengalami perubahan letak (stabil). Hal ini disebabkan karena di bagian dasar kasing berada pada lapisan tanah keras yang tidak mudah bergerak, sedangkan dibagian puncak kasing masuk dalam lapisan beton dibawah lantai lorong (terjepit) sehingga tidak mudah bergerak. (b). pada titik interval kelipatan sama, yaitu 3 m, 6 m, 9 m dan 12 m terdapat gerakan horisontal yang bekerja pada casing, sehingga terjadi perubahan pada casing. Diperkirakan titik – titik interval tersebut merupakan tempat sambungan kasing – kasing sehingga dengan sedikit gerakan horisontal saja kasing akan mudah bergerak. (c). Ketinggian titik – titik sampel di puncak stupa pusat tidak menunjukan adanya gejala penurunan. Maka gerakan horisontal yang bekerja pada kasing – kasing tersebut bukan disebabkan oleh adanya pembebanan (creeping). (d). Titik sampel kemiringan dinding lorong 1 dan dinding lorong 2 di depan kasing inklinometer tidak menunjukan adanya perubahan (stabil).